Jul 24, 2020

Selingkuh, Salah Siapa?

- Selingkuh, Salah Siapa? -

Tema perselingkuhan ini sepertinya sedang marak ya. Bukan hanya setelah adanya drama korea yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu, tapi ada saja berita tentang perselingkuhan di media sosial.

Pertama, perselingkuhan bisa dikatakan membawa trauma tersendiri untuk saya. Pengalaman, baik langsung maupun tak langsung, dulu sempat membuat saya, bukan takut, tapi menjadi orang yang begitu tidak percaya diri ketika berkenaan dengan masalah membina hubungan. Kalaupun akhirnya menjalin hubungan, akan banyak pertanyaan atau kemudian ketakutan-ketakutan yang tercipta tanpa mampu saya bendung.

Tetapi, seiring berjalannya waktu pengalaman itu juga memberikan berbagai pembelajaran untuk saya.

Ketika kemudian timbul pertanyaan : salah siapa?

Cerita perselingkuhan makin banyak beredar, entah karena sekarang era-nya yang digital sehingga orang mudah mendapatkan berita dari pelosok manapun. Atau karena dengan era digital ini orang makin berani bercerita. Lucunya, yang bercerita bukan hanya yang menjadi "korban" tapi bahkan pelaku perselingkuhan itu sendiri. Selingkuh terang-terangan.

Kalau sudah begini, kebanyakan orang akan menyalahkan orang yang selingkuh. Bahkan mungkin yang lebih disalahkan lagi adalah perebut pasangan orang. Tapi benarkah mereka yang salah?

Menurut saya, ini saya loh ya. Yang paling salah adalah pasangan yang berselingkuh. Apapun alasannya. Apakah itu karena rumah tangga yang tidak harmonis, apakah karena ada godaan orang ketiga, tidak ada alasan untuk membenarkan tindakan perselingkuhan.

Lalu, perebutnya apa tidak salah?

Sebentar... perebut ini buat saya sendiri ada yang sebenarnya korban juga. Ketika laki-laki bilang dia single, padahal ya sudah beranak istri. Si perebut ini bisa dikatakan korban juga, kan? Namun jika kemudian ada seorang yang sudah memiliki pasangan mendekati dan kamu tau dia sudah memiliki pasangan harusnya ya menolak, apapun alasan orang itu. Biasanya kan kemudian dijanjikan akan meninggalkan pasangan sebelumnya, cerita bahwa hubungan sudah berada diujung tanduk.

Nah, kalau menemui orang seperti itu ya baiknya meminta pasangan itu menyelesaikan masalahnya dulu kan, sebelum kemudian melanjutkan hubungan. Jadi kalaupun akhirnya pasangan itu berpisah, dan kemudian melanjutkan hubungan ya setidaknya tidak bisa dikatakan sebagai perebut.

Nah, kemarin ada kasus dimana seorang wanita yang diselingkuhi oleh pacarnya. Namun kemudian ada tanggapan "si wanita juga salah donk, dia tau cowoknya bejat kok masih aja mau pacaran". Nah, kadang cinta memang membuat seseorang jadi "bodoh", katanya "tai  kucing pun rasa cokelat". Nah, kalau sudah begini, bukan berarti pembenaran donk, lah dasarnya cowoknya bejat ya gak heran selingkuh.

Lah... kalo kemudian pacaran sama cowok bejat maka ngebolehin selingkuh? Kan nggak jugaaaa... Cuma ya, tau resiko kan... Bahwa diselingkuhi adalah salah satu resiko memacari pasangan yang 'bejat'.

Jadi, selingkuh, salah siapa?

Buat saya tetap salah orang yang mengkhianati pasangannya.

Teman saya pernah bertanya, kok beda jawabannya dengan perceraian, salah siapa?

Ya, dia dulu pernah bertanya masalah perceraian, dan siapa yang bisa disalahkan jika sampai ada perceraian. Ini beda kasus ya. Jika perceraian saya akan menjawab "dua belah pihak, suami dan istri", seperti yang saya tulis di post beberapa bulan lalu.

Baca juga : Marriage Story

Walau perceraian itu mungkin terjadi karena adanya perselingkuhan, tetapi kemudian kembali lagi, pasti ada alasan awalnya. Rumah tangga nggak harmonis, selingkuh, cerai. Tapi yang pasti, tidak ada alasan untuk membenarkan perselingkuhan.

No comments:

Post a Comment