Jul 26, 2020

Cerita Teman SD


Ini sudah masuk minggu ke tiga ya, mengikuti keseruan yang diadakan oleh Ning Blogger Surabaya (NBS) dengan menulis dimana seminggu diberikan dua tema. Untuk minggu ini, temanya adalah "perselingkuhan" yang sudah saya tulis di post sebelumnya.

Dan yang kemudian tema kedua adalah tentang teman SD.
Nah, tema kedua ini lumayan bikin puyeng, hahaha. Dan ketika akan menulis, ternyata saya bingung mau menulis apa, karena entah kenapa memori saya tak bisa menggali cerita masa SD. Yang teringat akan masa SD hanya tentang perpustakaan di sekolah yang buku-bukunya bikin ngiler, kemudian olahraga-nya kadang jalan ngelilingi sekolah di luar sekolah ya... kemudian ada pelajaran seperti menata meja makan yang aku suka.

Untuk teman, entah kenapa kok memorinya langsung error. Hahaha.

Jadi mau menulis apa? Cerpen aja kali ya, hahahaha.


***
- Cerita Teman SD -

Siang itu hujan deras mengguyur kota Malang. Lea yang awalnya ingin bergegas meninggalkan kantor mengurungkan niatnya, dan memilih berselancar di dunia maya sambil menunggu hujan reda. Ketika berselancar ia melihat satu notifikasi dari salah satu social medianya.

Undangan untuk gabung di grup alumni SD

Lea mengernyitkan dahinya, "SD" gumamnya tanpa sadar. Dia coba merecall kembali kenangan-kenangan masa SD nya dulu. Dan ada satu hal yang paling dia ingat, ketika ada seorang anak laki-laki yang usilnya kebangetan. Dan keusilan anak itu beberapa kali membuat Lea menangis.

Entah itu ejekannya, atau sengaja menyembunyikan barang-barang milik Lea, dan yang paling dia ingat adalah ketika anak itu membuat Lea dihukum karena berisik di kelas saat guru matematika sedang menerangkan.

Entah kenapa justru kenangan-kenangan tidak mengenakkan itu yang ia ingat, sedang kenangan-kenangan dengan teman-teman yang lain begitu buram.

Sejenak dia berpikir apakah harus menerima undangan itu?

Akhirnya dia putuskan untuk menerimanya, dan karena dia berpikir toh itu hanya silahturahmi di dunia maya. Siapa tau jika bergabung dia bisa kembali kontak dengan teman-teman lainnya.

Setelah dia menerima undangan tersebut, ada satu dua orang yang kemudian menambahkannya sebagai teman. Dia membuka-buka satu persatu profile temannya, dan tanpa terasa hari mulai malam dan hujan sudah berhenti sejak tadi.

Lea memutuskan untuk bergegas pulang.

Sampai di rumahnya, dia membuka ponselnya dan mendapati beberapa pesan, dari nomer yang tidak dia kenal. Ia abaikan pesan itu. Tubuhnya terlalu lelah untuk menanggapi pesan dari orang tak dikenal.

***

Selang beberapa hari, Lea seperti lupa akan grup alumni SD itu, karena ia sendiri juga tidak terlalu sering membuka social medianya yang satu itu.

Namun ada pesan yang selalu masuk dan menyapanya hampir setiap hari. Namun dia belum mengetahui siapa pengirim pesan itu. Dia tak seberapa menanggapi, karena hanya berupa pesan-pesan singkat seperti sapaan selamat pagi, mengingatkan tentang makan siang. Awalnya dia bertanya siapa pemilik nomer itu, tetapi juga tidak mendapatkan jawaban.

Sehari, dua hari Lea tetap mengabaikan pesan-pesan singkat itu. Seminggu, dua minggu dia seperti kecanduan akan pesan singkat itu. Ada rasa yang hilang ketika pesan singkat itu tak muncul di ponselnya. Dan merasa lega ketika akhirnya mendapat lagi pesan-pesan singkat itu.

Dan Lea pun mulai penasaran siapa sebenarnya yang mengiriminya pesan-pesan singkat itu.

Dia mulai mencari dengan memasukkan nomer ponsel dari si pengirim kelaman pencarian google, ya walau peluangnya kecil tapi siapa tau dia sedang beruntung. Dan benar saja, dia tidak mendapatkan hasil apa-apa.

Hingga akhirnya ada satu pesan singkat yang seakan memberinya clue, siapa sebenarnya orang pengirim pesan-pesan singkat itu setelah pesan-pesan itu sempat berhenti selama beberapa hari.
Pagi Lea, maaf ya aku beberapa hari menghilang. Kangen nggak? Kalo kangen, jangan sampai cengengnya balik lagi ya...
Lea tertegun, dan membaca kembali pesan itu. Cengeng? Sejak SMP bisa dibilang dia jarang sekali menangis, kalaupun menangis akan dia lakukan sendiri  di kamarnya dan tak ada seorangpun yang tahu, bahkan keluarganya. Tapi ketika SD memang dia sedikit cengeng, terlebih ketika mendapat gangguan dari temannya.

Dia kembali teringat akan grup alumni SD, dan siang itu ketika jam makan siang dia langsung membuka grup itu, mencoba mencari tahu siapa sebenarnya orang yang mengiriminya pesan. Namun hasilnya tetap nihil. Dan dia memberanikan diri untuk bertanya di grup itu.
Hai, maaf nih cuma mau konfirm, adakah anggota grup ini yang memiliki nomer 0856 ****** 282? Atau mungkin ada yang tahu ini nomer siapa? Aku mendapat pesan-pesan singkat dari nomer ini sejak bergabung di grup ini. Entah kebetulan atau tidak, siapa tau ternyata pemiliknya salah satu member grup ini. Terima kasih
Dari beberapa balasan dipostingannya itu tidak ada yang memberikan jawaban siapa sebenarnya pemilik nomer itu. Hingga ada satu pesan di inbox yang masuk.
Lea, ini Beni temanmu SD dulu, inget nggak? Serius kamu mendapatkan pesan dari nomer itu?
Laaaah, kok malah ditanya serius atau tidak. Belum sempat dia menjawab, pesan di inboxnya kembali masuk.
Maaf kalau aku seperti nggak percaya dengan ceritamu mendapat pesan dari nomer itu. Tapi nomer yang kamu sebutin itu nomernya Pamungkas. Inget kan sama dia? Yang selalu jahilin kamu dulu. Tapi masalahnya, Pamungkas sudah meninggal 1 tahun yang lalu.
Seketika Lea langsung terdiam. Dan tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk.
Wah, gimana sudah tau belum siapa aku?
Dengan tangan bergetar Lea mengetik pesan dengan cepat.
Siapa kamu, kenapa kamu menggunakan nomer Pamungkas?
Satu lagi pesan masuk, dan membuatnya bingung juga ada rasa takut menyeruak.
Aku tunggu kamu di cafe "Kenangan", jam 19.00 nanti ya. See you soon.
Cafe kenangan, cafe yang terletak tak jauh dari rumahnya dan kadang menjadi tempatnya menyendiri dikala penat melanda. Siapa orang ini sebenarnya?

- bersambung - :p

No comments:

Post a Comment